Bengkulu, Kabar Rakyat Nasional
Penindakan tegas oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu terhadap perusahaan tambang yang diduga merugikan negara merupakan langkah penting dalam menjaga integritas pengelolaan sumber daya alam. Penyitaan tambang milik PT Ratu Samban Mining (RSM) pada Minggu (6/7) adalah simbol bahwa hukum masih bisa berdiri tegak di tengah gurita kepentingan tambang batu bara yang selama ini kerap tak tersentuh.
Dengan melibatkan kekuatan hukum, disertai dukungan dari putusan pengadilan, Kejati Bengkulu memperlihatkan bahwa negara tidak akan diam terhadap penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara. Apalagi, sektor tambang adalah salah satu tulang punggung perekonomian nasional yang seharusnya dikelola secara adil dan berkelanjutan.
Sudah lama publik mendesak adanya ketegasan terhadap para pelaku kejahatan ekonomi yang menyaru dalam bentuk bisnis tambang. Bengkulu, dengan kekayaan alam batu bara-nya, selama bertahun-tahun menjadi lahan subur bagi praktik-praktik koruptif yang merugikan masyarakat. Maka ketika Kejati menyita tambang PT RSM dan menyatakan akan menyasar tambang lainnya seperti di Taba Penanjung, publik menyambutnya sebagai sinyal positif: hukum mulai bergerak ke arah yang benar.
Potensi kerugian negara dalam kasus ini disebut mencapai ratusan miliar rupiah Angka yang fantastis ini tak hanya menandakan skala pelanggaran, tetapi juga menunjukkan betapa lemahnya pengawasan terhadap sektor tambang selama ini.
Harus diakui, aparat penegak hukum dan lembaga negara sebelumnya kurang optimal dalam mencegah kerugian akibat manipulasi perizinan, laporan produksi fiktif, hingga penambangan tanpa reklamasi.
Namun penindakan ini tak boleh berhenti di penyitaan aset Proses hukum harus dilanjutkan hingga ke akar, termasuk mengungkap siapa saja pejabat atau pemangku kepentingan yang terlibat dalam pembiaran atau bahkan kolusi
Bila perlu, dibuka jalur audit menyeluruh terhadap seluruh aktivitas tambang di Bengkulu, tidak hanya PT RSM dan PT Tunas Bara Jaya.
Jangan sampai penyitaan ini hanya menjadi simbol seremonial, lalu pelaku utamanya tetap bebas tanpa pertanggungjawaban.
Kejati Bengkulu memiliki tugas besar untuk tidak hanya menangkap eksekutor lapangan, tetapi juga mengungkap jaringan aktor di balik layar.
Kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola sumber daya alam, khususnya sektor tambang batu bara di Bengkulu. Pemerintah daerah dan pusat perlu memperkuat sistem pengawasan, mulai dari perizinan hingga distribusi hasil tambang. Transparansi juga perlu didorong, misalnya dengan menerapkan sistem digitalisasi perizinan dan pelaporan berbasis real time.
Tak kalah penting, masyarakat sipil dan media harus diberi ruang untuk turut serta mengawasi aktivitas tambang. Jika tidak, penyimpangan bisa kembali terulang, hanya dengan wajah dan perusahaan berbeda.
Di tengah ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan yang semakin parah, rakyat membutuhkan kepastian hukum. Mereka ingin melihat bahwa negara berpihak pada kebenaran, bukan pada pengusaha besar yang mengakali aturan demi keuntungan pribadi.
Kejati Bengkulu telah memulai langkah penting Kini saatnya lembaga penegak hukum lainnya, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan BPK, ikut turun tangan untuk mengawal kasus ini secara transparan dan profesional.
Jika semua pihak serius, maka kasus tambang nakal ini bukan hanya akan menjadi pelajaran bagi pelaku lain, tetapi juga akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap negara.(SJ)