19 Desember 2025
KabarRakyatNasional.id Langkat – Sumatera Utara
Penyerahan 230 sertifikat tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Langkat berlangsung pada Kamis, 18 Desember 2025, bertempat di Pendopo Jentera Malay, Rumah Dinas Bupati Langkat, Stabat. Acara ini dihadiri Bupati H.Syah Afandin SH serta Anggota DPR RI Komisi II Dapil Sumatera Utara, Bob Andika Mamana Sitepu SH, yang turut menyerahkan sertifikat kepada masyarakat.
Secara simbolik, kehadiran kepala daerah dan wakil rakyat pusat menegaskan pesan klasik, negara hadir memberi kepastian hukum atas tanah warga. Namun di balik seremoni yang tertata rapi itu, publik patut mengajukan pertanyaan lebih mendasar, apakah PTSL sungguh menyentuh akar ketimpangan agraria, atau sekadar merapikan administrasi kepemilikan tanah?
Tidak dapat dipungkiri, PTSL memiliki nilai strategis. Sertifikat memberi kepastian hukum, mengurangi potensi konflik, dan membuka akses ekonomi. Di wilayah seperti Kabupaten Langkat, banyak warga kecil selama puluhan tahun hidup di atas tanah tanpa pengakuan negara. Bagi mereka, selembar sertifikat adalah pengakuan sekaligus harapan.
Namun keadilan agraria tidak bisa diukur dari jumlah sertifikat yang dibagikan dalam satu acara. Ia diuji dari siapa penerimanya, latar belakang tanahnya, dan apakah kelompok paling rentan benar-benar diprioritaskan. Tanpa transparansi data penerima dan peta konflik agraria, PTSL berisiko menjadi program “aman secara politik”, menyasar lahan yang minim sengketa, sambil menghindari persoalan struktural yang lebih rumit.
Lebih jauh, sertifikat tanah juga bukan solusi tunggal. Tanpa pendampingan, sertifikat justru dapat berubah menjadi pintu masuk pemiskinan baru, ketika tanah diagunkan, gagal bayar, lalu berpindah tangan. Negara, melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN, semestinya memastikan PTSL berjalan beriringan dengan edukasi keuangan, perlindungan petani kecil, dan pencegahan spekulasi tanah.
Kehadiran anggota DPR RI seharusnya tidak berhenti pada fungsi seremonial. Ia mestinya menjadi pengingat bahwa PTSL harus terhubung dengan agenda reforma agraria, penataan penguasaan tanah, keberpihakan pada rakyat kecil, dan keberanian menyentuh konflik laten yang selama ini dibiarkan.
PTSL di Langkat layak diapresiasi sebagai langkah awal. Tetapi kehadiran negara tidak diukur dari panggung dan tepuk tangan, melainkan dari keberanian memastikan tanah benar-benar menjadi sumber keadilan dan kesejahteraan rakyat. Jika tidak, PTSL akan berhenti sebagai catatan acara, bukan perubahan struktural.











