08 Desember 2025
KabarRakyatNasional.id Sumatera Utara.
Dari Posko Tanggap Darurat di Medan, Minggu (7/12/2025) malam, Gubernur Sumatera Utara Bobby Afif Nasution menyampaikan sebuah angka yang membuat ruangan itu seketika terasa lebih berat, Rp 9,98 triliun. Itulah estimasi kerugian yang harus ditanggung Sumatera Utara setelah banjir bandang dan longsor meluluhlantakkan beberapa kabupaten/kota dalam dua pekan terakhir.
Angka itu bukan sekadar hitungan dana. Di baliknya ada rumah-rumah yang tak lagi berdinding, ladang yang berubah menjadi kubangan lumpur, sekolah yang kehilangan halaman, hingga jembatan yang kini hanya menyisakan tiang. Total 99.169 rumah warga rusak, bersama 131 rumah ibadah, 397 sekolah, dan puluhan fasilitas kesehatan. Tidak ada yang benar-benar siap menghadapi bencana sebesar ini.
Bobby menyampaikan laporan itu usai rapat terbatas daring bersama Presiden Prabowo Subianto. Suaranya tegas, namun tetap ada nada getir: “Lebih dari 1,5 juta warga terdampak. Ini bukan bencana biasa.”
Di berbagai daerah, kisah para penyintas menjadi saksi bisu betapa besar dampaknya. Di satu sisi, ada warga yang masih bertahan di tenda pengungsian, 45.032 jiwa seluruhnya, menunggu kepastian kapan mereka bisa kembali ke rumah yang mungkin tak lagi utuh. Di sisi lain, ada kecamatan-kecamatan yang sempat terisolir karena jalan nasional dan provinsi terputus, 23 ruas jalan nasional, 25 ruas jalan provinsi, dan delapan jembatan rusak parah.
Di balik kalkulasi pemerintah, para petani menjadi kelompok yang paling terpukul. Lebih dari 38 ribu hektare lahan pangan terendam, 5.750 hektare di antaranya puso total. Kerusakan serupa terjadi di lahan perkebunan dan peternakan. Setiap hektare yang hilang berarti masa depan keluarga yang ikut hancur.
Di tengah gelapnya kabar itu, pemerintah memastikan distribusi bantuan sudah menjangkau seluruh wilayah terdampak, termasuk daerah-daerah yang semula terputus. Namun fakta tetap berbicara, jumlah korban jiwa mencapai 330 orang, sementara 136 lainnya masih hilang.
Bencana kali ini bukan sekadar peristiwa alam. Ia adalah pengingat bahwa ketahanan wilayah, tata ruang, hingga kesiapsiagaan kita masih rapuh. Angka Rp 9,98 triliun itu terlalu tinggi untuk sekadar menjadi statistik, ia adalah alarm yang menuntut perubahan.
Sumatera Utara sedang terluka. Dan luka sebesar ini hanya bisa sembuh jika negara benar-benar hadir, bukan dalam bentuk janji, tetapi tindakan nyata yang menyentuh kehidupan mereka yang kehilangan segalanya.











