Home / Nasional / Sumatera Utara / Antara Apresiasi dan Alarm Besar, Banjir Langkat Menguji Serius Tidaknya Negara Melindungi Warganya

Antara Apresiasi dan Alarm Besar, Banjir Langkat Menguji Serius Tidaknya Negara Melindungi Warganya

05 Desember 2025
KabarRakyatNasional.id Langkat – Sumatera Utara

Kunjungan Wakil Menteri Kesehatan RI Benjamin Paulus Oktavianus ke Kabupaten Langkat pada 4 Desember 2025 memberi dua pesan berbeda sekaligus, apresiasi atas kerja cepat pemerintah daerah, dan alarm besar bahwa negara kembali tertinggal dalam memastikan ketahanan layanan publik di daerah-daerah yang jauh dari pusat kekuasaan.

Di atas kertas, benar bahwa Bupati Syah Afandin bergerak cepat. Posko siaga darurat diaktifkan, PSC 119 dipacu 24 jam, dan pemindahan pasien dari RSUD Tanjung Pura ke RSU Putri Bidadari dilakukan segera setelah rumah sakit itu dinyatakan rusak berat. Dalam situasi darurat, tindakan cepat seperti ini bukan hanya patut diapresiasi, tetapi wajib, karena setiap menit bisa berarti kehilangan nyawa.

Namun di balik pujian yang dilontarkan Wamenkes, tersimpan fakta yang lebih mengkhawatirkan, bencana ini menghantam RSUD Tanjung Pura, 23 Puskesmas yang terdampak, 15 yang rusak ringan, 4 yang rusak berat, dan 46 Pustu yang rusak ringan, 10 Pustu yang rusak berat, serta 25 polindes yang rusak berat dan 60 Polindes yang rusak ringan.

Langkat bukan kasus tunggal. Pola ini berulang dari tahun ke tahun di berbagai daerah, fasilitas publik rapuh, sistem proteksi lemah, dan ketahanan infrastruktur jauh dari standar nasional. Tetapi kritik yang paling relevan adalah, ketika Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dilanda bencana beruntun, apakah respon pusat proporsional dengan skala krisis? Atau kita sedang melihat gejala klasik, daerah harus mengurus lukanya sendiri?

Dalam konteks politik nasional, apresiasi Wamenkes tidak boleh menjadi selimut yang menutupi masalah struktural. Pemerintah pusat memang hadir, tetapi apakah ia hadir karena panggilan krisis atau karena tuntutan publik semakin keras? Jika pemulihan hanya dilakukan sebatas seremonial, tanpa pembangunan ulang fasilitas kesehatan secara total dan sistematis, maka rakyat akan kembali menghadapi risiko yang sama dalam bencana berikutnya.

Di sisi lain, respons cepat Pemkab Langkat perlu dibaca sebagai pesan balik, ketika negara absen, daerah yang bergerak sigaplah yang menyelamatkan warganya. Langkat sebelumnya telah mendorong UHC, memperkuat tenaga kesehatan, dan memperbaiki layanan dasar, langkah-langkah yang sebenarnya, seharusnya mendapat dukungan penuh dari pusat, bukan sekadar pujian saat krisis.

Tulisan ini tidak untuk menafikan apa yang telah dilakukan pemerintah daerah dan Wamenkes. Tetapi penghargaan tanpa evaluasi adalah jebakan. Kita membutuhkan lebih dari sekadar kunjungan. Kita membutuhkan keputusan strategis, perbaikan total RSUD Tanjung Pura, rekonstruksi 19 puskesmas yang rusak, dan penguatan fasilitas kesehatan hingga ke pustu dan polindes. Tidak boleh lagi ada daerah yang kehilangan layanan kesehatan hanya karena hujan berubah menjadi banjir.

Bencana ini harus menjadi titik balik. Jika negara sungguh ingin melindungi segenap bangsa, maka Sumatera, termasuk Langkat, harus diperlakukan sebagai pusat yang sama pentingnya, bukan pinggiran yang dikunjungi ketika keadaan sudah runtuh.

Karena pada akhirnya, dalam politik kekuasaan, siapa yang dilindungi lebih dulu menunjukkan siapa yang benar-benar dianggap warga negara.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *