Home / Pendidikan / PEDAGOGIK: SENI MENUNTUN MANUSIA MENJADI MANUSIA

PEDAGOGIK: SENI MENUNTUN MANUSIA MENJADI MANUSIA

Oleh Jajang Sutisna Kabid paud Dikmas kabupaten cianjur

Pedagogik bukan sekadar kumpulan teori mengajar, melainkan ilmu memanusiakan manusia melalui proses kesadaran. Di dalamnya terdapat percakapan panjang antara akal yang mencari pengetahuan, hati yang mendamba kearifan, dan lingkungan yang menguji keduanya. Pendidikan bukan hanya ruang kelas dan papan tulis; ia adalah perjalanan batin dan sosial manusia untuk menjadi versi terbaik dari dirinya, serta bermanfaat bagi sesama.

Filsuf humanisme, Paulo Freire, mengingatkan bahwa pendidikan bukan tabungan di mana guru menyimpan pengetahuan untuk kemudian ditarik oleh murid. Pendidikan adalah dialog; perjumpaan dua kesadaran yang saling tumbuh. Dalam perspektif Timur, terutama nilai Islam, pepatah “العلم نور” — ilmu adalah cahaya — mengajarkan bahwa belajar bukan sekadar menghafal, tetapi menerangi jalan hidup, sehingga tindakan kita tidak terperosok dalam kegelapan kepentingan.

Di bumi Nusantara, kearifan lokal mengajarkan paradigma yang sama. Orang Sunda menyebutnya ngajadi jalma — menjadi manusia yang pantes ka sasama, hormat ka nu maha Kawasa, sareng wijaksana dina lampah. Pedagogik modern boleh bercerita tentang kurikulum, literasi, atau kompetensi abad-21, namun inti sejatinya tetap kuno dan agung: bagaimana pendidikan menjadikan manusia mampu hidup, bukan sekadar lulus.

Karenanya, pendidikan tidak cukup hanya menumpuk informasi. Ia harus mengalirkan kemampuan berpikir jernih, berperilaku santun, dan berdaya menghadapi realitas — sekalipun realitas itu keras dan kadang tidak adil. Pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan jawaban; ia mempersiapkan keberanian untuk bertanya, kejujuran untuk mengakui keterbatasan, dan kebijaksanaan untuk mengambil keputusan.

Pada akhirnya, pedagogik adalah kompas batin dan peta sosial. Ia membantu manusia memahami diri, mengelola perasaan, berinteraksi dengan lingkungan, serta mengambil posisi yang benar di tengah masyarakat. Dan ketika pengetahuan telah berjumpa dengan akhlak; ketika keterampilan bertemu dengan nurani; ketika kecerdasan disatukan dengan empati — maka lahirlah manusia yang bukan hanya menguasai dunia, tetapi juga mengendalikan dirinya.

Sebab pendidikan sejati adalah ketika ilmu bertemu rasa, tindakan bertemu makna, dan manusia menemukan arah pulang kepada jati diri.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *