Masyarakat pembelajar Dan Pecinta Akhlak Bangsa
Pendidikan sejatinya bukan sekadar proses transfer ilmu, melainkan proses penyucian jiwa dan pembentukan akhlak. Rasulullah ﷺ bersabda: “Innamā bu‘itstu liutammima makārim al-akhlaq” — “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Di sinilah letak fondasi agung pendidikan Islam: mendidik manusia agar mengenal Tuhannya, menebar kasih sayang, dan menegakkan keadilan.
Dalam dunia pendidikan modern, nilai ini bersinggungan erat dengan falsafah Ki Hajar Dewantara: “Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.” Ki Hajar tidak hanya mengajarkan metode, tetapi jiwa kepemimpinan moral—keteladanan di depan, motivasi di tengah, dan pemberdayaan di belakang. Nilai-nilai ini sejatinya merupakan gema dari sunnah Rasulullah ﷺ, yang menjadi guru umat dalam seluruh dimensi kehidupan.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) adalah dua pilar yang memegang amanah paling mendasar dalam membentuk manusia berkarakter. Di dalam PAUD, nilai kasih sayang Rasulullah kepada anak-anak tercermin: beliau menundukkan diri kepada mereka, mencium, mendekap, bahkan menggendong cucunya di tengah khutbah. Sedangkan dalam PKBM, semangat pembebasan dari kebodohan dan keterpinggiran adalah pengejawantahan dari risalah Nabi: iqra’ — membaca realitas untuk membangun peradaban.
Jika dunia Barat memiliki tokoh-tokoh pendidikan seperti Maria Montessori, John Dewey, atau Paulo Freire, maka Islam telah lebih dulu meletakkan pondasi pendidikan sebagai pembebasan jiwa. Montessori menekankan kebebasan anak untuk tumbuh sesuai fitrah; Dewey menekankan pendidikan sebagai pengalaman hidup; Freire menegaskan pendidikan sebagai alat pembebasan dari penindasan. Semua itu menemukan makna terdalamnya dalam pribadi Rasulullah ﷺ yang memerdekakan manusia dari kebodohan, ketakutan, dan ketergantungan selain kepada Allah.

Karena itu, pendidikan yang meneladani Rasulullah ﷺ bukan sekadar pendidikan religius, melainkan pendidikan yang memanusiakan manusia. Ia memadukan akal, rasa, dan iman. Dalam konteks kebangsaan, inilah semangat pendidikan rakyat nasional — membangun generasi yang cerdas sekaligus beradab, berilmu sekaligus berjiwa, mandiri sekaligus beriman.
Sebagaimana Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan untuk rakyat, maka pendidik PAUD dan PKBM hari ini memikul tugas suci: menghidupkan kembali ruh pendidikan yang membebaskan, mencerdaskan, dan menebarkan kasih sayang. Sebuah amanah yang tidak sekadar profesional, melainkan ibadah dan jihad kebudayaan.
Penutup Reflektif:
Pendidikan sejati adalah cermin akhlak Rasulullah, napas perjuangan Ki Hajar, dan denyut nadi rakyat yang ingin merdeka dari kebodohan. Bila guru meneladani Nabi, dan murid belajar dengan hati, maka Indonesia akan melahirkan generasi yang bukan hanya pintar, tapi juga bijaksana — insan kamil yang berilmu, berakhlak, dan berjiwa pembebas.













