Home / Nasional / Sumatera Utara / Pangkalan Berandan Kota Minyak: Dulu, Kini, dan Harapan

Pangkalan Berandan Kota Minyak: Dulu, Kini, dan Harapan

21 Oktober 2025
Kabar Rakyat Nasional.id Langkat Sumatera Utara

Nama Pangkalan Berandan sudah lama melegenda sebagai kota minyak pertama di Indonesia. Dari kota kecil di pesisir utara Kabupaten Langkat inilah sejarah industri perminyakan nasional bermula — sejak sumur pertama berhasil dibor lebih dari seabad lalu. Kini, kejayaannya memang tinggal kenangan, namun asa untuk menghidupkannya kembali mulai tumbuh di tanah kelahirannya sendiri.

Dari Telaga Said ke Pangkalan Berandan

Pada 15 Juni 1885, seorang pengusaha perkebunan tembakau asal Belanda, A.J. Zijlker, berhasil membor sumur minyak pertama di Telaga Said dengan nama Telaga Tunggal, sekitar 16 kilometer dari Pangkalan Berandan. Penemuan itu menjadi titik awal lahirnya industri minyak bumi di tanah pertiwi.

Lalu dibangun kilang minyak di Pangkalan Berandan, yang menjadi pusat pengolahan dan ekspor minyak mentah ke luar negeri. Dari sini, minyak dikirim melalui jaringan pipa ke pelabuhan laut. Kilang ini kemudian melahirkan perusahaan besar Royal Dutch Petroleum Company, yang kelak dikenal sebagai Shell.

Sejak itu, Pangkalan Berandan berkembang pesat. dengan kemajuan dan modernitasnya di masa kolonial. Namun di balik kemakmuran itu, rakyat pribumi hanya menjadi pekerja kasar di tanahnya sendiri. Kekayaan minyaknya tak banyak memberi kesejahteraan bagi masyarakat lokal.

Kini: Tinggal Puing dan Sumur Rakyat

Lebih dari seratus tahun berlalu, kilang minyak Pangkalan Berandan kini hanya tinggal sejarah. Tangki-tangki raksasa berkarat, pipa-pipa tua terbengkalai, dan bangunan rumah serta perkantoran peninggalan masa lalu berdiri sepi. Namun denyut kehidupan minyak di bumi Langkat belum sepenuhnya padam.

Di sejumlah titik, masih terdapat sumur-sumur tua yang dikelola rakyat secara tradisional. Dengan alat sederhana, mereka menggali, memompa, dan mengolah minyak mentah dari perut bumi. Aktivitas ini terus menerus dilakukan, sebagai bukti ketahanan hidup masyarakat.

Sumur-sumur tradisional ini menunjukkan bahwa potensi minyak di Langkat belum benar-benar habis. Namun, tanpa dukungan dan kebijakan pemerintah daerah dan pusat, kegiatan rakyat ini kerap berjalan tanpa kepastian hukum dan berisiko bagi keselamatan serta lingkungan.

Harapan Baru dari Putra Berandan

Harapan itu kini muncul dari Bupati Langkat, H. Syah Afandin, SH, putra asli Langkat kelahiran Pangkalan Berandan. Ia menggagas pembentukan Perseroan Daerah (Perseroda) LANGKAT SETIA NEGERI, yang dapat menjadi wadah resmi pengelolaan sumber daya ekonomi strategis, termasuk minyak rakyat.

Masih banyak sumur rakyat yang bisa diberdayakan secara profesional. Kalau dikelola dengan baik, bisa menjadi potensi PAD dan membuka lapangan kerja baru bagi warga Langkat.

Langkah ini dinilai sebagai terobosan untuk mengembalikan semangat kejayaan Pangkalan Berandan. Melalui Perseroan Daerah, pengelolaan minyak rakyat dapat dilakukan secara legal, berkelanjutan, dan berkeadilan. Pemerintah daerah, masyarakat, dan investor bisa bersinergi membangun model ekonomi energi berbasis kemandirian daerah.

Menjaga Warisan, Menyalakan Harapan

Kini, yang tersisa dari masa kejayaan Pangkalan Berandan hanyalah jejak sejarah , monumen tua, sisa pipa, dan kisah dari generasi tua. Namun, di balik reruntuhan itu masih menyala api harapan.

Jika dahulu A.J. Zijlker menggali minyak untuk kepentingan kolonial, maka kini putra daerah seperti Syah Afandin berpeluang menggali harapan bagi rakyatnya sendiri.

Pangkalan Berandan, kota minyak yang dulu bersinar, kini menatap masa depan dengan harapan baru. Dari Telaga Said yang melahirkan sejarah, hingga tangan-tangan rakyat yang menjaga tradisi, bumi Langkat masih menyimpan energi — bukan hanya minyak, tapi juga semangat untuk bangkit kembali.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *