Oleh: Jajang Sutisna, S.Pd., M.Pd.
Kabid PAUD dan Dikmas Kabupaten Cianjur
Ada sesebuah adagium pendidikan klasik yang tetap relevan meskipun zaman terus berubah: “Non scholae sed vitae discimus” — Kita belajar bukan untuk sekolah, tetapi untuk hidup. Kalimat ini mengundang kita merenung bahwa pendidikan sejatinya tidak berhenti pada nilai, rapor, atau ijazah, melainkan berlanjut pada cara manusia mengambil keputusan, bersikap, menyikapi persoalan, serta berkontribusi bagi kehidupan sosial.
Perintah wahyu pertama dalam Islam, “Iqra”, juga menegaskan bahwa membaca bukan hanya sebatas mengeja huruf. Membaca adalah proses menyeluruh — membaca diri, membaca lingkungan, membaca peluang, membaca tantangan, hingga membaca tanda zaman. Artinya, pendidikan berorientasi pada pembentukan kesadaran, bukan sekadar pemenuhan kurikulum.
Di ruang lingkup PAUD dan Pendidikan Masyarakat, kita belajar langsung dari realitas: bahwa pendidikan terbaik sering hadir dari lingkungan terdekat. Seorang anak belajar pertama kali dari bahasa ibunya, dari cerita neneknya, dari teladan ayahnya. Masyarakat belajar dari kerja sama, dari musyawarah, dari gotong royong, dari pengalaman menghadapi bencana, keterbatasan, serta upaya untuk bangkit kembali.
Karena itu, pendidikan kita harus membebaskan, bukan membelenggu; membangkitkan kreativitas, bukan menyeragamkan; menguatkan karakter, bukan hanya mengasah kemampuan teknis. Pendidikan yang baik bukan hanya menjadikan seseorang pandai menjawab soal ujian, tetapi bijak menyikapi ujian kehidupan.
Sebagai bagian dari pemerintah daerah, kami menyadari bahwa keberhasilan pendidikan bukan hanya hasil program, tetapi buah kolaborasi. Guru, orang tua, komunitas, pemerintah, dunia usaha, hingga tokoh masyarakat — semuanya adalah bagian dari ekosistem pendidikan. Membangun generasi bukan pekerjaan satu tangan, tetapi satu kesadaran bahwa pendidikan adalah investasi peradaban.
Akhirnya, marilah kita menjadikan proses belajar sebagai perjalanan yang bermakna — bukan kompetisi, melainkan pencarian; bukan perlombaan, melainkan pertumbuhan; bukan sekadar untuk sekolah, tetapi untuk menjalani kehidupan yang berharga dan bermanfaat bagi sesama.
Kita belajar bukan untuk sekolah.
Kita belajar untuk hidup — dan agar hidup itu menghidupkan yang lain.












