Cianjur, YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat —
Pendidikan bukan sekadar ruang belajar, tetapi ruang pembebasan. Prinsip itulah yang kini menjadi jembatan kolaborasi antara Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Pojok Kesetaraan Masyarakat, dalam membangun ekosistem pendidikan inklusi yang berkeadilan sosial.
Kepala Bidang PAUD dan Dikmas Kabupaten Cianjur, Jajang Sutisna, menegaskan bahwa pendidikan inklusi di tingkat masyarakat merupakan langkah nyata dari semangat “pendidikan untuk semua”.
“PKBM bukan hanya tempat belajar, tetapi wadah pemberdayaan. Kita ingin memastikan bahwa setiap warga, baik anak, remaja, maupun dewasa, memiliki hak yang sama untuk mengakses pengetahuan tanpa diskriminasi,” ujar Jajang.
Semangat inklusi ini menemukan relevansinya ketika bersanding dengan kerja-kerja sosial dan advokasi hukum yang dilakukan oleh YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat.
Melalui jejaring sosial dan pendidikan hukum berbasis masyarakat, YLBH memperluas makna kesetaraan — bukan hanya dalam ranah hukum, tapi juga dalam akses pendidikan dan perlindungan sosial.
Sinergi Dua Ranah: Belajar dan Perlindungan Hak
Ketua Umum YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat, Junadi Tarigan, S.H., menilai bahwa hubungan antara pendidikan dan hukum tidak bisa dipisahkan.
Menurutnya, pendidikan yang sejati harus melahirkan kesadaran hukum, sementara hukum yang adil harus menegakkan hak setiap warga untuk belajar dan berkembang.
“Pendidikan inklusi membebaskan dari kebodohan, sedangkan bantuan hukum membebaskan dari ketidakadilan. Jika keduanya bersatu, maka kita sedang menegakkan keadilan sosial sebagaimana amanat Pancasila,” tutur Junadi Tarigan.
Sinergi PKBM dan YLBH menjadi contoh konkret penerapan UUD 1945 Pasal 28C ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menegaskan hak setiap warga negara untuk mengembangkan diri melalui pendidikan.
Sementara itu, UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum memperluas mandat perlindungan terhadap kelompok rentan, termasuk mereka yang terpinggirkan dari akses pendidikan.
Dari Pendidikan Menuju Kesadaran Sosial
Dalam konteks pembangunan masyarakat, pendidikan inklusi tidak hanya berbicara tentang metode pembelajaran, tetapi juga tentang nilai-nilai kemanusiaan dan hak sosial.
Melalui pendampingan hukum, YLBH turut memperkuat literasi sosial di lingkungan PKBM — mulai dari perlindungan anak dan perempuan, hak warga miskin atas pendidikan, hingga pencegahan diskriminasi berbasis ekonomi dan disabilitas.
Sinergi ini juga mencerminkan arah baru pendidikan nonformal yang tidak hanya berfokus pada transfer pengetahuan, melainkan juga transformasi kesadaran.
Setiap siswa, tutor, dan pengelola PKBM diajak memahami bahwa belajar adalah bagian dari perjuangan hidup bermartabat.
Refleksi Filsafat dan Kemanusiaan
Secara filosofis, kolaborasi PKBM dan YLBH dapat dimaknai sebagai upaya menjalankan teologi pembebasan dalam konteks pendidikan — membebaskan manusia dari keterbelakangan, ketidakadilan, dan ketakutan sosial.
Dalam pandangan YLBH Pojok Kesetaraan Masyarakat, keadilan bukan sekadar soal hukum tertulis, melainkan soal keberpihakan moral terhadap yang lemah.
Begitu pula pendidikan inklusi bukan sekadar kurikulum, tetapi kesadaran untuk saling mengangkat sesama manusia agar tak ada yang tertinggal di jalan pengetahuan.
Penutup: Mendidik dengan Hati, Melindungi dengan Hukum
Langkah PKBM dan YLBH ini menjadi gambaran nyata bagaimana jejaring sosial dan kesadaran hukum dapat saling menopang dalam membangun bangsa yang inklusif.
Keduanya hadir di tengah masyarakat bukan sebagai lembaga elitis, melainkan sebagai mitra rakyat — yang percaya bahwa pendidikan dan keadilan adalah dua sisi dari satu cita-cita kemanusiaan.
“Kita mendidik dengan hati, dan melindungi dengan hukum. Sebab hanya dengan keduanya, keadilan sosial bisa benar-benar hidup di tengah rakyat,” tutup Junadi Tarigan.











