Cianjur – Dunia pendidikan Kabupaten Cianjur kini bergerak memasuki babak baru. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Bapak Rohli Solehudin, menegaskan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka di Cianjur telah sampai pada tahap yang lebih mendalam, yaitu integrasi Deep Learning dan Artificial Intelligence (AI) dalam proses pembelajaran yang sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Menurutnya, pendidikan tidak lagi sebatas transfer pengetahuan, tetapi harus menjadi proses kesadaran—ngalalana pangaweruh anu nyambung kana rasa jeung laku (menjalani ilmu yang bersatu dengan rasa dan perbuatan).
“Deep Learning dalam konteks pendidikan bukan hanya soal teknologi, tapi tentang menggali makna belajar secara mendalam. Siswa diajak berpikir kritis, menalar secara reflektif, dan memahami hubungan antara ilmu dengan kehidupan,” ujar Rohli Solehudin di sela kegiatan koordinasi pembelajaran inovatif di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur.
Ia menambahkan, penerapan AI dalam pendidikan bukan berarti menggantikan peran guru, tetapi justru memperkuatnya. Guru menjadi pembimbing kebijaksanaan (guru pangaweruh jeung pangarti), sementara AI menjadi alat bantu yang memperluas jangkauan pengetahuan dan eksplorasi siswa.
“Teknologi hanyalah sarana. Hati dan budi pekerti tetap menjadi jiwa pendidikan kita,” imbuhnya.
Dengan semangat Kurikulum Merdeka, Cianjur berupaya melahirkan peserta didik yang bukan hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berkarakter, kreatif, serta memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan sosial. Hal ini sejalan dengan prinsip SDGs poin 4 (Quality Education) dan poin 13 (Climate Action), di mana pendidikan harus mencetak manusia yang mampu menjaga keseimbangan antara kemajuan dan keberlanjutan.
Dalam pandangan Rohli Solehudin, pendidikan di Cianjur perlu menyentuh akar budaya lokal yang sarat nilai-nilai luhur. Filosofi Sunda seperti silih asah, silih asih, silih asuh menjadi landasan pembentukan karakter peserta didik agar tidak tercerabut dari identitasnya di tengah derasnya arus digitalisasi.
“Teknologi boleh canggih, tapi jiwa harus tetap nyunda—menjaga harmoni antara akal, rasa, dan laku,” tegasnya.
Ia juga mengajak seluruh kepala sekolah dan pendidik untuk melihat Kurikulum Merdeka bukan sebagai beban administrasi, melainkan sebagai ruang kebebasan akademik untuk berinovasi.
“Guru hari ini bukan sekadar pengajar, tetapi peneliti kehidupan. Setiap kelas adalah laboratorium nilai, dan setiap siswa adalah semesta kecil yang harus kita pahami dengan hati,” pungkasnya.
Melalui visi tersebut, Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur berkomitmen menumbuhkan ekosistem belajar yang adaptif, berkelanjutan, dan berakar pada nilai-nilai kearifan lokal—sebuah perpaduan antara teknologi dan filosofi, antara nalar dan nurani, menuju Cianjur yang berdaya, berilmu, dan bermartabat.













