Home / Nasional / Sumatera Utara / Sumpah Pemuda dan Luka Perundungan – Saatnya Pemuda Bangkit dengan Nurani

Sumpah Pemuda dan Luka Perundungan – Saatnya Pemuda Bangkit dengan Nurani

28 Oktober 2025
KabarRakyatNasional.id Langkat – Sumatera Utara.

Setiap tanggal 28 Oktober, bangsa ini memperingati Hari Sumpah Pemuda, momentum sakral yang menandai tekad generasi muda untuk bersatu, berdaulat, dan memajukan Indonesia. Namun, di tengah semangat kebangsaan yang seharusnya menyala, kita justru disuguhi kenyataan getir, maraknya perundungan (bullying) di kalangan pelajar dan remaja bahkan hingga ke desa-desa.

Kasus yang baru-baru ini viral, adanya video yang memperlihatkan aksi perundungan oleh sejumlah pelajar di Kabupaten Langkat, menjadi bukti bahwa nilai persatuan, rasa hormat, dan empati antar sesama kini kian menipis di kalangan generasi muda. Pelajar yang seharusnya menjadi pewaris semangat Sumpah Pemuda, malah terjebak dalam perilaku saling menjatuhkan, mempermalukan, bahkan menyakiti teman sebayanya.

Sungguh ironis. Dulu, pemuda bersumpah untuk menyatukan bangsa, kini sebagian pemuda justru membuat luka di hati sesamanya. Dulu pemuda berkorban demi persaudaraan, kini ada yang tega menindas demi tontonan di media sosial. Di mana semangat “satu nusa, satu bangsa, satu bahasa” jika di antara sesama pelajar saja tak lagi ada saling menghargai?

Perundungan bukan sekadar persoalan kekerasan fisik atau ejekan verbal, tapi ia adalah cermin retaknya karakter bangsa di usia muda. Ketika anak-anak sudah terbiasa merendahkan dan menyakiti orang lain, maka di situlah akar kejahatan moral mulai tumbuh. Inilah yang harus kita hentikan bersama.
Sesuai dengan tema peringatan Hari Sumpah Pemuda ke 97 tahun 2025, ” Pemuda Pemudi Bergerak Indonesia Bersatu”.

Hari Sumpah Pemuda seharusnya menjadi refleksi nasional, apakah generasi sekarang masih memahami makna perjuangan, solidaritas, dan kebersamaan? Semangat Sumpah Pemuda bukan hanya untuk dihafal, tetapi untuk dihidupkan dalam sikap sehari-hari.

Sekolah harus kembali menjadi taman budi pekerti, bukan medan kekerasan. Guru, orang tua, dan pemerintah mesti bersinergi menanamkan nilai empati dan hormat terhadap sesama. Kepolisian dan dinas pendidikan harus tegas menindak pelaku perundungan agar ada efek jera, namun di sisi lain tetap memberi ruang pembinaan bagi anak-anak yang tersesat perilakunya.

Tak kalah penting, tokoh agama dan pemuda harus turun tangan. Mereka bisa menjadi contoh nyata bahwa kekuatan pemuda bukan di tangan yang memukul, tetapi di hati yang menolong. Bahwa keberanian sejati bukan menindas yang lemah, tetapi berdiri membela yang tertindas.

Kasus perundungan di Langkat, harus menjadi peringatan keras di Hari Sumpah Pemuda tahun ini. Mari kita hidupkan kembali api kebersamaan dan rasa saling menghargai antar pelajar. Sebab masa depan bangsa ini tidak ditentukan oleh mereka yang kuat fisiknya, melainkan oleh mereka yang kuat hatinya.

Sumpah Pemuda harus kembali dimaknai bukan sekadar seremonial tahunan, melainkan panggilan nurani untuk melahirkan generasi muda yang berkarakter, berempati, dan beradab. Karena sejatinya, Indonesia tidak hanya butuh pemuda yang pintar berbicara tentang persatuan, tetapi pemuda yang hidup dalam semangat persaudaraan.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *