Home / Pemerintah Daerah / Renungan Sunyi Ketua APDESI Cianjur Beni Irawan SHSepi yang Menumbuhkan, Budaya yang Menjaga

Renungan Sunyi Ketua APDESI Cianjur Beni Irawan SHSepi yang Menumbuhkan, Budaya yang Menjaga

18 Oktober 2025-Kabar Rakyat Nasional.id – Dalam kesunyian desa, sesungguhnya tersimpan suara paling jernih dari kehidupan.
Bukan karena desa tertinggal, tapi karena desa sedang mendengarkan dirinya sendiri — mendengar bumi, mendengar angin, mendengar denyut rasa yang perlahan menuntun manusia kembali pada kesejatian.

Beni Irawan, SH dalam refleksinya menegaskan, sepinya desa bukanlah tanda kelemahan, melainkan ruang untuk menemukan kekuatan diri.
Sepi memberi waktu bagi manusia untuk menata batin, menata rasa, menata harmoni dengan semesta. Di situlah potensi sejati tumbuh — bukan sekadar potensi ekonomi, tetapi potensi jiwa dan kesadaran.
ujar beliau dengan penuh makna — sebagai pengingat bahwa segala sesuatu di alam memiliki fungsi dan keseimbangannya.
Gunung yang rimbun, lembah yang berair, hutan yang terjaga — semua itu bukan hanya lanskap geografis, melainkan tanda-tanda kamakmuran Tanah Parahiangan.
Ketika manusia mengerti fungsi-fungsi alam dan menghormatinya, maka di situlah jati diri Sunda — yang lemah lembut tapi kuat dalam prinsip, ngigelan zaman tapi teu ngaleungitkeun ajén karuhun.

Dalam pandangan Beni Irawan, SH, membangun desa bukan semata urusan administratif atau teknokratis, tapi juga urusan rasa dan nurani.
Ilmu dari luar boleh diserap, tapi akar kebudayaan jangan dicabut. Modernisasi harus bersanding dengan kearifan lokal. Desa yang kuat adalah desa yang mampu menampung ilmu global tanpa kehilangan jiwa lokal.

Beliau menegaskan, sistem ekonomi yang sehat harus bertumbuh dari desa.
Ketahanan pangan dimulai dari tanah yang digarap dengan cinta, dari tangan petani yang jujur, dari gotong royong yang menumbuhkan rasa saling percaya.
Dari desa pula lahir nilai-nilai luhur: silih asih, silih asuh, silih asah — bukan sekadar slogan, tapi etika hidup yang menjadi benteng sosial masyarakat Sunda.

Dalam semangat Prajurit Siliwangi, desa bukan hanya tempat tinggal, tapi tanah pengabdian.
Menjaga bumi, laut, dan gunung bukan sekadar tugas ekologis, melainkan tugas spiritual untuk menjaga keseimbangan semesta.
Desa harus menjadi sumber peradaban — peradaban yang berbudaya, yang melahirkan kebahagiaan bagi semua kalangan, dari petani hingga pemimpin.

Karena itu, aparatur pemerintah desa diajak untuk tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan, tapi juga penjaga nilai.
Ilmu harus ditambah, wawasan harus dibuka, namun budaya dan kultural daerah jangan ditinggalkan — sebab di sanalah terletak philosofis pembelajaran hidup yang sesungguhnya:
bahwa manusia besar bukan karena kuasanya atas alam, tapi karena kemampuannya menyatu dan menjaga alam.
Penutup Reflektif
Desa adalah guru kehidupan.
Ia mengajarkan kesederhanaan tanpa kehilangan martabat, keheningan tanpa kehilangan makna.
Di tanah Pasundan, desa bukan sekadar tempat — tapi jiwa yang hidup dalam setiap napas kebersamaan,
mengajarkan kita bahwa pembangunan sejati bukan dari apa yang dibangun,
melainkan dari bagaimana manusia memahami dirinya di tengah alam semesta. (BB)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *